Petrus Fatlolon: Inpex Asal Jepang, Shell Asal Belanda, Jangan Mengulangi Sejarah Penjajahan di Tanimbar

  • Whatsapp
Petrus Fatlolon: Inpex Asal Jepang, Shell Asal Belanda, Jangan Mengulangi Sejarah Penjajahan di Tanimbar

SimpulRakyat.co.id, Saumlaki – Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon, menyerukan agar perusahaan multinasional Inpex Corporation (Jepan) dan Royal Dutch Shell plc (Belanda) tidak mengulangi sejarah penjajahan di Kepulauan Tanimbar saat beroperasinya proyek minyak dan gas di blok masela nantinya.

Seruan itu disampaikan Fatlolon dalam kegiatan Sosialisasi Kepada Penyedia Barang dan Jasa di Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, oleh Inpex Masela, pada Rabu, 16 Oktober 2019 lalu.

Baca Juga

“Saya berharap, Inpex yang notabene berasal dari Jepang, Shell yang berasal dari Belanda, dengan riwayat dulu Jepang dan Belanda sebagai penjajah, ketika Inpex dan Shell hadir disini tidak lagi jadi penjajah,” ujar Petrus Fatlolon.

Menurutnya, agar sejarah penjajahan Jepang dan Belanda di Indonesia jangan sampai terulang lagi dengan adanya ladang migas Blok Masela, maka sepatutnya semua hal diatur secara baik-baik.

“Bagaimana supaya tidak jadi penjajah (terulang lagi), atur baik-baik,” lanjut Fatlolon diikuti tepukan tangan peserta acara.

Fatlolon pun mengingatkan bahwa, hingga saat ini sejarah penjajahan Jepang dan Belanda di Indonesia masih terus dipelajari di sekolah-sekolah melalui mata pendidikan sejarah. Jika nantinya masyarakat Tanimbar dan Maluku tidak sejahtera lewat dampak blok Masela, maka masyarakat bisa mengingat kembali sejarah penjajahan itu.

“Kalau tidak (diatur baik-baik), orang Tanimbar akang mengingat kembali jaman penjajahan, dan orang Tanimbar akan bilang Inpex itu penjajah asal Jepang,” ujar Fatlolon mengingatkan.

Sebagai orang nomor satu di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan orang asli Tanimbar, Petrus Fatlolon mewanti-wanti aroma penjajahan negara-negara luar melalui hubungan kerjasama bisnis antar negara, karena sejarah mencatat negara Belanda pernah menjajah Indonesia selama 32 tahun dan Jepang selama 3,5 tahun.

Selain itu, Fatlolon juga mengingatkan pemerintah pusat bahwa tanah di Tanimbar bukan tanah negara melainkan tanah adat. Ia mengatakan, selama ini, pemerintah pusat memiliki pemahaman yang keliru soal tanah adat di Tanimbar.

“Masih ada pemahaman yang keliru di SKK Migas, bahwa lahan-lahan (tanah) yang ada di Tanimbar milik negara (Perhutani), di Tanimbar tidak ada tanah milik negara, tidak ada juga tanah Perhutani, yang ada tanah adat,” katanya menegaskan.

Reporter: Marcel Kalkoy

 

Jangan Lewatkan