LSM Inakor Sorot Kasus Dugaan Pemalsuan ‘Jempol’ Pengambilan Sertifikat Tanah

  • Whatsapp

SimpulRakyat.co.id, Makassar – Kasus dugaan penipuan, pengelapan dan pemalsuan ‘Jempol’ bukti pengambilan serifikat tanah dari Pertanahan Kabupaten Bone dengan Lp/26/ X /2016 /SPKT/Res Bone, sampai saat ini belum P-21, lantaran proses penyelesaiannya mempunyai mekanisme tersendiri.

Dimana mekanisme yang ada pastinya melibatkan banyak pihak, khususnya para penegak hukum karena pada umumnya masalah yang terjadi memiliki akibat hukum tersendiri. Hal tersebut demi tercapainya kepastian hukum.

Baca Juga

Namun dalam kenyataannya, mekanisme atau proses penyelesaian masalah hukum dinilai tidak terlaksana dengan baik. Hal itulah yang terjadi pada proses penerbitan dan pembagian sertifikat tanah di Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana, Desa Nagauleng, Kabupaten Bone.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Direktorat Devisi Aset Negara LSM INAKOR, Masran Amiruddin di Makassar, Sabtu (8/8/2020)

“Dimana dalam proses penerbitan sertifikat melalui prona diduga telah terjadi penipuan, penggelapan dan pemalsuan terhadap proses penerbitan dan pengambilan sertifikat tanah dari salah seorang warga yang ikut dalam prona tersebut,” kata dia.

Lanjut dijelaskan, proses hukum dari kasus yang terjadi sebenarnya telah dilaksanakan sesuai aturan yang ada. Dimana pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan yang ada, serta diketahui fakta-fakta hukumnya, begitu pun siapa-siapa yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, termasuk dugaan keterlibatan oknum kepala desa dan aparatnya.

“Bukan itu saja, berkas pemeriksaan dari Polres Bone sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bone, akan tetapi berkas yang ada sudah 5 kali bolak-balik dari Penyidik Polres Bone dan Kejari  Bone. Padahal menurut penyidik Polres Bone, berkas kasus sudah layak dan terpenuhi unsur yang disangkakan, baik Materil dan Formilnya serta sudah layak limpahkan ke pengadilan. Namun berkas yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan lagi-lagi ditolak dan dikembalikan ke Penyidik Polres Bone dengan alasan belum ada mens rea meliputi cerminan niat jahat,” terang Masran Amiruddin.

Kepala Direktorat Devisi Aset Negara LSM INAKOR ini juga menjelaskan, jika melihat fakta -fakta hukum yang ada sebagaimana yang telah diungkap oleh pihak Penyidik Kepolisian Polres Bone yang berkasnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan, maka seharusnya dalam kasus tersebut sudah bisa masuk ke pengadilan.

”Tapi nyatanya sampai saat ini, kasus tersebut masih belum punya kepastian hukum dan masih saja berpolemik di dua instansi (kepolisian dan kejaksaan), malah sudah di P-19 sebanyak 5 kali, bahkan penyidik sudah memasukkan kembali berkas perkara atas perintah hasil gelar perkara yang dilakukan Polda Sulsel pada 13 Maret 2019. Namun hasilnya masih bolak -balik dan tidak tahu sampai kapan baru diproses dipengadilan,” lanjut Masran.

Seperti diketahui, kasus ini dilaporkan sejak tahun 2016 surat laporan nomor : STTPL/26/X/2016/Sulsel/Res Bone/Sek Cenrana ini bermula saat H Mappa melakukan pengurusan prona sertifikat tanah gratis di Kantor Desa Nagauleng.

H Mappa termasuk dalam peserta prona, dimana dirinya melakukan pembayaran sebesar Rp350.000 untuk sertifikat tanah tersebut, namun sampai saat ini sertifikat tanah yang disertifikasi oleh BPN tidak kunjung diberikan oleh pihak Kepala Desa Nagauleng, padahal pihak BPN sudah menyerahkan ke kepala desa sebagai penanggung jawab atas peserta prona Pada saat itu untuk dibagikan.

Dalam kasus ini, telah ditetapkan satu tersangka yakni Sekertaris Desa Nagauleng berinisila NR yang diduga melakukan pemalsuan cap jempol bukti pengambilan pada sertifikat tanah milik H Mappa.

Sementara itu, Ketua LSM INAKOR Sulsel, Asri, mendesak Kejaksaan Tinggi Sulsel mengambil alih dan menindak lanjuti pengaduan warga masyarakat yang telah diadukan sejak tahun 2019, karena sudah dua tahun lebih Polres Bone sudah metetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan sertifikat prona yang bergulir di Polres Bone. Namun, kata dia, kasus ini jalan di tempat, bahkan tersangka masih bebas berkeliaran

“Terkait dengan adanya penolakan dan bolak-balik dan pengembalian berkas oleh pihak kejari Bone, kirannya perlu ada tindakan dari pihak Kejati Sulsel, melalui pihak pengawasan, Aspidum Apalagi sudah 5 kali penolakan, dan anehnya lagi pihak Kejari Bone mengembalikan berkas hanya karena alasan niat dari pelaku dalam kasus pemalsuan tanda (jempol), padahal sudah ada  penetapan tersangka oleh pihak Polres Bone,” terang Asri.

Menurutnya, ini hal yang sangat aneh jika alasan itu yang dijadikan sebagai penolakan dan pengembalian berkas oleh pihak kejari Bone ke Polres Bone. Apalagi untuk pembuktian dari perbuatan (pemalsuan) kewenangan dari lembaga peradilan yang mengadili, memeriksa dan nantinya memutuskan unsur pidananya terpenuhi atau tidak karena yang berhak memutuskan benar atau salah hanyalah pengadilan.

“Kepolisian dan kejaksaanlah yang cukup berkompenten menemukan siapa-siapa yang dianggap terlibat berdasarkan fakta-fakta hukum dan alat bukti yang ada,” tegas Asri menutup percakapan. (Restu)

Jangan Lewatkan