Ketum L-PARI: Otoritas Penegak Hukum Menindak Tegas Pengambil Jenazah Covid-19

  • Whatsapp
Ketua Umum  Lembaga Pengembalian Asset RI (L-PARI) Muhammad Aslan Dg Rapi.

SimpulRakyat.co.id, Makassar – Pembangunan dan pelindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat kesehatan, setinggi-tingginya bagi pembangunan dan peningkatan
sumber daya manusia Indonesia.

Hal ini menjadi modal dasar bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Baca Juga

Dalam kesempatan ini, Ketua Umum  Lembaga Pengembalian Asset RI (L-PARI) Muhammad Aslan Dg Rapi lewat keterangan tertulis, Rabu (17/6) mengatakan, dimana beberapa hari ini kita disuguhi pemberitaan tentang Masyarakat yang mengambil paksa Pasien di beberapa Rumah sakit.

“Sekalipun hal tersebut merupakan hak-hak daripada keluarga pasien, namun perlu dipahami tentang perlindungan kesehatan masyarakat secara umum adalah merupakan skala prioritas,” ujarnya.

Lanjut dikatakan, upaya cegah tangkal penyakit dan pengendalian faktor risiko kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, kiat ini sangat membutuhkan sumber daya, peranserta masyarakat, dan kerja sama oleh semua pihak.

“Saya kira sangat diperlukan pemahaman  dari setiap orang, agar tidak ada lagi pihak-pihak, baik itu dari keluarga Pasien Covid-19, maupun pihak lain selain keluarga pasien yang datang ke rumah sakit untuk mengambil pasien dengan cara memaksa pihak rumah sakit untuk dibawa pulang,” terang Aslan.

Lanjut dikatakan, memang semua menyadari bahwa sejak mewabahnya Covid-19 yang dialami bersama, sungguh sangat menyesakkan dan membosankan (Boring).

“Pada sisi lain di beberapa RS atas prasarana yang tersedia sangat terbatas, seperti halnya Polymerase Chain Reaction  (PCR) atau Laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri  atau Covid-19 masih bisa dihitung jari, dan sistem opersional PCR atau SWAB tersebut,” ujar dia.

Dikatakan, hasilnya dalam sehari sangat minim dengan berbanding terbalik atas banyaknya pasien yang harus menunggu hasil swab tersebut.

“Saya kira hal ini sangat membutuhkan kesadaran bagi semua pihak untuk tidak lagi terjadi kejadian serupa, dimana ketika ajal pasien telah tiba, namun hasil  diagnosa belum ada, lalu mayat pasien dipaksa untuk diambil sedang dalam kekuasaan Rumah sakit,”

“Saya kira itu merupakan pelanggaran hukum berat yang menjadi otoritas penegak hukum untuk mengambil tindakan tegas, sebab kewenangannya sangat jelas  diatur dalam UU Wabah Penyakit, maupun UU Kekarantinaan Kesehatan,” terang Aslan.

Selain dari itu, lanjut Aslan, tentunya kita sebagai masyarakat Sulawesi Selatan harus tetap menjaga budaya “sipakatau-sipakainge” yang harus dilandasi atas pelindungan dan penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan universal. (MBR)

Jangan Lewatkan