In Memoriam Paulus Pasang Kanan, Budayawan Tana Toraja

  • Whatsapp
Almarhum Paulus Pasang Kanan, Budayawan dan Sejarahwan Tana Toraja
Almarhum Paulus Pasang Kanan, Budayawan dan Sejarahwan Tana Toraja

SimpulRakyat.co.id, Tana Toraja – Almarhum Paulus Pasang Kanan, Budayawan dan Sejarahwan Tana Toraja telah tiada, sejak 3 Agustus 2020 lalu. Penulis “Sastra Tana Toraja Dalam Berbagai Bentuk” meninggalkan sejumlah kenangan bagi generasi muda Tana Toraja untuk selalu dikenang.

Pong Reni, sapaan akrab generasi muda Sangalla Tana Toraja dengan nama asli Leonardus Ada’ mengisahkan kesannya terhadap Sang Budayawan almarhum Paulus Pasang Kanan pada acara “Ma’apatamapatti” yang diselenggarakan pada Senin, 25 Agustus 2020 lalu.

Baca Juga

Pong Reni menuturkan, Almarhum Paulus Pasang Kanan adalah sosok pengajar dan pendidik yang luar biasa bagi generasi penerus Tana Toraja yang kini tersebar di hampir seantero Tana Toraja. Sebagian besar muridnya sudah bekerja di pelosok nusantara, bahkan di luar negeri.

Sebagai seorang guru, ia selalu mengajarkan ilmu pengetahuan dengan tuntutan zaman yang up to date di sekolah. Guru yang selalu menjadi mediator serta bagaimana ilmu pengetahuan ditransfer kepada para siswanya di kelas.

Paulus Pasang Kanan selalu menyadari dirinya bukan menjadi sumber pengetahuan bagi peserta didiknya, dia justru menjadi penghubung, jembatan bagi bagaimana cara siswanya mengerti dan memahami materi pembelajaran di ruang kelas.

Bagi Pong Reni, “Paulus Pasang Kanan bukan saja menjadi pengajar alias penghubung ilmu pengetahuan bagi para siswanya, sebagai guru almarhun Paulus Pasang Kanan juga menjadi pendidik, melalui pembentukan kharakter dalam dan melalui kegiatan formal di sekolah, tetapi juga non formal sebagai bekal bagi bagaimana kelak out put siswanya di tengah masyarakat yang memiliki moralitas hidup yang baik.”

Paulus Pasang Kanan selain sebagai guru dan pendidik, almarhun juga seorang “Budayawan” Tanah Toraja, yang sangat dikenal di seantero Tana Toraja, bahkan Provinsi Sulawesi Selatan, dimana dengan berbagai cara, dia berusaha menanamkan nilai-nilai kultural yang menjadi kekhasan masyarakat adat Tana Toraja di mata masyarakat Toraja sendiri, masyarakat regional Sulawesi Selatan, terlebih dunia internasional, terkait inklusivitas kebudayaan Tana Toraja yang tidak dimiliki daerah lain di seluruh tanah air Indonesia bahkan dunia.

Demikian Pong Reni merasa sedih ketika menuturkan kisah ini di tengah-tengah warga Toraja yang menghadiri acara “Ma’apatamapatti” atau acara “Pemberkatan Petih Jenazah” almarhum Paulus Pasang Kanan di kediaman rumahnya di Komplek SMP Katolik Sangalla Tana Toraja, di mana dia pernah menjadi kepala sekolahnya.

Pong Reni melanjutkan, Paulus Pasang Kanan begitu mencintai budayanya sendiri. Berbagai kegiatan terkait nilai-nilai kultural, almarhum tidak pernah lalai menghadirinya, bahkan menjadi pembicara bagaimana menyuarakan kepada generasi muda untuk tidak boleh meinggalkan apa yang menjadi “kekhasan” kebudayaan Tana Toraja sebagai nilai tertinggi “Manusia Toraja” yang “Berbudaya” yang tidak dimiliki oleh daerah-daerah lain di Indonesia bahkan di dunia.

Pong Reni mengutip aksentuasi almarhum Paulus Pasang Kanan dalam mengingatkan generasi muda Tana Toraja agar dalam situasi apapun, tetap mencitai dan mempertahankan “Kebudayaan Tana Toraja” Sebagai “Jati diri Manusia Toraja.”

Paulus Pasang Kanan mengingatkan, “Globalisasi melanda sedang melanda dunia, Indonesia bahkan Tana Toraja. Globalisasi tidak jarang merusak tatanan kultur negara, bahkan daerah seperti Tana Toraja. Modernisasi dapat mengikis kebudayaan Tana Toraja sebagai sebuah konsep yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Dan jika pemahaman generasi muda Tana Toraja keliru tetang makna kebudayaan tanahnya sendiri, disitulah letak awal kehancuran makna tradisi turun temurun yang dianggap sebagai warisan yang baik untuk dipelihara dan dirawat sebagai nilai-nilai kultur yang tetap dijaga dan dirawat sampai kapanpun.”

Paulus Pasang Kanan, dalam berbagai kesempatan sering mengutip sajak Chairil Anwar yang berjudul “Pagiku Hilang, Sudah Melayang.”

Ia menekankan generasi muda Tana Toraja agar tidak boleh lengah, tidak boleh putus asa mempejuangkan nilai-nilai kultur Tana Toraja di mata publik. Tradisi adat istiadat adalah nilai kultur yang baik dalam komunitas masyarakat adat Tana Toraja. Kultur didefinisikan sebagai berbagai unsur intrinsik yang menjadi kebiasaan yang baik, dijaga, dirawat turun temurun sampai sekarang.

Generasi muda Tana Toraja tidak boleh lenga, merawat kebudayaannya, demikian Paulus Pasang Kanan mengutip bait sajak Charil Anwar, “…Kepada generasi muda kuharapkan atur barisan di pagi hari … Menuju Padang Bhakti …”

Kekhawatiran Paulus Pasang Kanan akan punahnya kompleksitas gagasan, konsep, pikiran, cita-cita, nilai yang bersifat abstrak, tidak dapat dilihat, diraba tetapi amat dihargai, di mana perwujudannya mendapat pengaruh yang amat menentukan dalam aktifitas interaksi manusia Toraja dengan sesamanya.

Kebudayaan baginya bersifat konkret, dapat dilihat secara nyata di mana wujudnya disebut juga social system seperti konsep Kapuangan atau raja-raja Tana Toraja, atau kompleksitas peralatan-peralatan kehidupan yang digunakan seperti upacara  rambu solo (pesta orang meninggal) atau rambu tuka  (Pesta Syukuran)  yang dapat dengan mudah terkikis  arus globalisasi dan modernisasi di masa kini atau juga di waktu mendatang.

Di akhir kesannya tentang Sang Budayawan Paulus Pasang Kanan, Pong Reni mengulangi lagi pesannya kepada generai muda agar tidak menyesal di kemudian hari, jika tidak merawat budayanya sebagai ciri khas manusia Toraja dengan mengutip sajak Chairil Anwar:

“Aku lalai di hari pagi”,
“Beta lengah di masa muda”,
“Kini hidup meracun hati”,
“Miskin ilmu, miskin harta”,
“Ah, apa guna kusesalkan”,
“Menyesal tua tiada berguna”,
“Hanya menambah luka sukma”.

Penulis: Paulus Laratmase

Jangan Lewatkan