LIMIT Indonesia Tantang Pemkab Pasangkayu Tunjukkan Bukti Kepemilikan Excavator

  • Whatsapp

SimpulRakyat.co.id, Makassar – DPP-LIMIT Indonesia menyayangkan sikap Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP), jika tidak segera menyerahkan bukti kepemilikan excavator kepada Pemerintah Daerah Pasangkayu.

Pasalnya, sejak diakuinya oleh kepala daerah dan sekaligus tercatatnya pada aset daerah terkait kepemilikan excavator yang berasal dari Barang Milik Negara (BMN), bahkan telah dipersewakan, yang hembusannya saat ini sudah menjadi barang milik daerah (BMD).

Hal itu diterangkan Sekretaris Jenderal DPP-LMIT Indonesia Moelyadi melalui keterangan tertulisnya ke media ini di Makassar, Senin (27/7).

“Dokumen bukti Kepemilikan BMN selain tanah, itu dikuasai dan berada di KKP. Jadi DJPB harus terbuka atas BMN yang dialihkan status penggunaannya kepada pengguna barang lainnya yang telah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan,” kata Moel.

Kata Moel pula, dimana setiap penyerahan BMN tersebut, harus melalui penetapan (surat) pengelola barang dengan ketentuan, bukan untuk dimanfaatkan oleh pihak lain, selain dari para kelompok pembudidaya.

“Jika kita melirik pada petunjuk pelaksanaan yang merupakan Produk DJPB, semestinya excavator yang ada di Pasangkayu itu, pemanfaatannya adalah pinjam pakai, dimana pelaksanaannya harus pula berdasarkan perjanjian, antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah apabila dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan,” ujar dia.

Lanjut Moel, tugas utama pengguna barang (KKP) adalah melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian perjanjian dimaksud.

Dengan demikian, lanjut Molyadi, jika benar Excavator yang saat ini telah dilakukan pemindahtanganan dari KKP kepada Pemerintah Daerah Pasangkayu, tentunya ada surat Penetapan dari KKP yang telah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan, lalu kemudian dijadikan konsideran pada keputusan bupati dalam mempersewakan excavator yang sudah menjadi milik daerah.

“Ketika dalam keputusan bupati tanpa konsideran penetapan BMN kepada daerah, tentunya menimbulkan pertanyaan, apakah pemindahtanganan dimaksud dengan cara penjualan, tukar menukar, hibah atau penyertaan modal pemerintah pusat kepada daerah?,” terang Moel.

Selanjutnya ulas Moel, jika pemindahtanganan untuk kepentingan penyertaan modal pemerintah pusat, khusus untuk BMN yang berada pada KKP, seharusnya dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang.

Dengan begitu kata Moelyadi, excavator yang sekarang sedang berada dalam kekuasaan Pemerintah Daerah Pasangkayu, harus dipertegas dulu atas hak kekuasaan daerah dalam menentukan kewenangan untuk menyewakan BMN, agar tidak ada pihak yang merasa terzalimi akibat dari Keputusan bupati Nomor 175 Tahun 2016 yang tanpa mempertimbangkan adanya BMN yang sudah menjadi BMD.

“Oleh karenanya, pihak-pihak yang terkait untuk tidak semata-mata menghitung kerugian daerah akibat dari keputusan tersebut, dimana justru keputusan sewa itu masih patut dipertanyakan atas kebenaran dari materi muatannya dalam pengakuan kepemilikan barang yang katanya sudah menjadi barang milik daerah,” oceh Moelyadi.

Lanjut Molyadi. memang harus diakui jika ada barang yang terdaftar pada pengguna barang, dimana BMN (excavator) tersebut sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang (KKP), namun ketika hendak dihapuskan dari daftar yang ada pada daftar barang pengguna, maka pengguna barang harusnya menerbitkan surat keputusan penghapusan dari pengguna barang, itupun setelah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan.

“Sedangkan posisi status BMN yang berada pada pemerintah kabupaten Pasangkayu, statusnya masih merupakan BMN yang hak kepemilikannya belum beralih, lagi pula jika benar terjadi penghapusan BMN tersebut, harusnya ditandai dengan adanya surat keputusan penghapusan dari pengguna barang, yaitu keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia,” tutup Moelyadi. (MBR)

Jangan Lewatkan