Oposisi Mandul, Tanpa Bargaining

  • Whatsapp
Ilustrasi. (Dok. Istimewa)

SimpulRakyat.co.id – Menjadi Oposisi tentu bukan hal yang baru bagi Gerindra, tapi bagaimana jika pilihannya harus menjadi oposisi mandul.

Jokowi – Ma’ruf dengan partai koalisinya, merupakan rencana kemenangan tanpa syarat yang harus diterima Prabowo – Sandi, setelah hasil Mahkamah Konstitusi mengumumkan menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 pada Kamis (27/6/2019) lalu.

Loby politik partai pengusung 02 tidak berdaya dengan kekuatan tawar yang akan dibangun, toh komposisi lebih dari 50% sudah ditangan Jokowi – Maruf hari ini. Konstalasi perebutan partai akan terlihat jika saja pemerintah tidak dapat meraih dominasi parlemen.

Gerindra, PKS, Demokrat dan PAN telah mengakhiri koalisi, sikap partai dikembalikan kepada internal partai masing-masing, apakah akan bergabung bersama pemerintah atau berada di luar pemerintahan, ya itu terserah mereka.

Perkiraan koalisi oposisi akan tetap diperankan Gerindra, PKS dan PAN sangat mungkin terjadi. Loby untuk merapat ke pemerintah tentu akan diupayakan oleh seluruh partai pengusung 02, meskipun itu berat, namun bukan politik jika tidak berakhir pada negoisasi siapa dapat apa?

Cerita partai pengusung 02 lebih mirip seperti seseorang yang akan membawa calon istri baru ke dalam rumah istri lama yang tidak ridho dipoligami dan berbagi.

Bagi istri lama, dia masih jauh lebih cantik, pernah menderita sebelum sukses adalah suatu kewajaran kalau hari ini mau menikmati hasil kerja kerasnya tanpa mau berbagi.

Secara parliamentary Jokowi – Maruf menang, tapi keadaan di luar sistem parliamentary (grass root) Prabowo – Sandi masih memiliki militansi pendukung dengan jumlah yang sangat besar.

Tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi – Maruf akan sangat mempengaruhi jalannya program pemerintahan kedepan, resiko gesekan akibat gejolak proses pemilu yang baru saja dilakukan masih tetap terasa walau seluruh pihak telah berusaha meredam.

Memori pendukung Prabowo – Sandi yang belum sembuh dari kontestasi kemarin adalah hal yang akan menjadi pertimbangan politik pemerintahan Jokowi – Maruf untuk menarik partai yang paling mampu memediasi gesekan pasca pilpres setidaknya 5 tahun kedepan.

Oposisi “tanpa taring” (dibawah 50%) seperti mencabut hak pengawasan dari DPR, bagaimanapun idealis anggota DPR akan kembali kepada kepartaiannya, internal partai manapun mengatur PAW (Pergantian Antar Waktu) jika anggotanya dianggap tidak mampu mengikuti kebijakan partai, walau sebenarnya saya lebih suka menyebutnya dengan istilah “kepentingan”.

Apakah masih ada idealis jika berhadapan dengan PAW?, mungkin…, ya mungkin itu kemustahilan, kontrol macam apa jika tak mampu merubah keputusan.

Ya tentu ini alasan yang logis untuk merapat ke Jokowi hari ini, daripada berkoar-koar tanpa hasil lebih baik merapat dan membangun komitmen, tapi apa iya akan semudah itu?.

Menjadi oposisi mandul hanya menghabiskan energi karena ketidakkuasaan merubah keputusan kebijakan dan berakhir pada hilangnya kepentingan di atas meja negoisasi.

Oposisi mandul atau bergabung bersama pemerintah tanpa syarat adalah pilihan akhir partai pendukung Prabowo – Sandi.

Menjadi oposisi adalah persiapan terbaik untuk Pilpres 2024, kondisi sedikit partai dalam beroposisi adalah sisi baik dalam mendapatkan evaluasi maksimal partai yang selalu pro terhadap rakyat.

Penulis : Aksam S Tunggeng (Jurnalis, Aktivis)

 

Jangan Lewatkan