MUI Pangkep Teliti Ritual Tammu Taung Pulau Pajenekang, Ini Hasilnya

  • Whatsapp

SimpulRakyat.co.id, Pangkep – Koordinator Bidang Penelitian dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pangkep, KH Hasbuddin Khalik meneliti Ritual Tammu Taung di Pulau Pajenekang, Desa Mattiro Deceng, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Sabtu (14/11/2020).

Dalam penelitian itu disebutkan, Pulau Pajenekang awalnya hanya sebuah dataran baru yang ditemukan Syekh Naimang dari Maros.

Baca Juga

Dikisahkan, saat itu terdapat daun pisang di tempat Syekh Naimang berpijak, tiba-tiba sebuah mata air muncul untuk dipakai berwudhu.

Hingga saat ini, mata air tersebut sudah menjadi sumur di sebuah rumah yang dijaga oleh keturunan dari Gallarang Haruna Rasyid.

Salah satu sumber dalam penelitian ini, Rasido menuturkan, Ritual Tammu Taung ini berawal dari nazar Gallarang Haruna Rasyid saat hendak menemui Syekh Naimang di Pulau Pajenekang.

“Tammu Taung ini dilakukan karena menurut nenek moyang kami bahwa Gallarang Haruna Rasyid ini pernah bersumpah saat ditangkap oleh penjajah Belanda,”

“Beliau bernazar bahwa jika tidak terhalangi oleh Belanda sampai ke Pulau Pajenekang bertemu dangan Syekh Naimang, maka beliau syukuran dan menyampaikan kepada masyarakat untuk membuat kue manis,” terang Rasido.

Mendengar penjelasan sumber tersebut, KH Hasbuddin Khalik berpendapat, syukuran Tammu Taung yang digelar warga Pulau Pajenekang setiap Muharram, dinilai tidak melanggar syariah.

“Ritual syukuran ini tetap dianggap boleh karena adanya praktek yang sudah sesuai dengan syariah, khsususnya dalam surat Al Baqarah ayat 270, ‘Apa saja yang kamu nafkahkan atau yang kami nazarkan, sesungguhnya Allah mengetahui-Nya’. Selain itu, juga bahagian dari mensyukuri nikmat perjalanan dari Makassar ke Pulau Pajenekang dengan selamat,” jelas KH Hasbuddin Khalik

Sementara itu, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Liukang Tupabbiring, Andi Sumange Alam berpendapat, berdasarkan informasi dari beberapa tokoh masyarakat diketahui acara tersebut merupakan budaya dan kearifan lokal yang sesuai dangan ajaran Islam.

“Kedepan bisa jadi wisata religi jika sistemnya tidak keluar dari syariat Islam,” kata Kepala KUA Liukang Tupabbiring ini.

Diketahui, penelitian KH Hasbuddin Khalik ini didampingi Kepala KUA Liukang Tupabbiring Andi Sumange Alam bersama Staf KUA Kecamatan Liukang Tupabbiring Muhtar, Penyuluh Agama Islam Fungsional Jamaluddin, Penyuluh Agama Islam Sukma Paramita, Abd Basit dan Nurismi Fadillah. (Myt)

Jangan Lewatkan